Oleh Emha
Ainun Nadjib
Di sebuah forum pada
tahun 1994 di Malang, saya pernah jadi 'brooker' negosiasi politik antara
kelompok-kelompok mahasiswa dan Danrem Malang ketika itu, yang sekarang
sudah almarhum -- beberapa waktu sesudah beliau menjadi serak berat tatkala
menjadi Komandan Upacara pergantian Pangdam Brawijaya ke Pak Imam Utomo
yang sekarang.
Yang dinegosiasikan semacam
aturan main antara ABRI dan mahasiswa dalam hal-hal menyangkut kebebasan
mimbar, keterlibatan mahasiswa membantu nasib buruh, dll -- meskipun semua
itu sudah ada undang-undang dan peraturannya, bahkan sudah ada Pancasilanya
segala.
Sesudah saling sepakat, Danrem
saya 'sihir' agar maju ke depan, bersama sejumlah wakil mahasiswa. Saya
kasih mikropon dan saya instruksikan untuk nyanyi ''Kemesraan Ini''. Sambil
nyanyi sang Danrem melirik saya dengan setengah jengkel, karena rupanya
pekerjaan nyanyi bagi beliau, lebih berat dibanding perang. Setelah turun
panggung beliau mendatangi saya dengan bersungut-sunguh: ''Diamput Sampeyan
iki!'' Saya ingat Gus Dur juga pernah saya bajak menyanyikan lagu karya
Franky Sahilatua dengan Neno Warisman dan Ikke Nurdjanah. Gus Dur 'ah uh
ah uh' saja karena ndak hapal, meskipun ada satu kalimat yang oleh Ketua
Tanfidziyah NU ini, diiringi dengan suara dua.
Yang saya ingin omongkan setengah
iseng di sini: karena Neno dan Ikke hampir tak pernah berurusan dengan
dunia politik, terutama dunia aktivisme kaum muda -- maka dengan nyanyi
bersama itu mereka tidak lantas dituduh 'Pro Gus Dur' atau 'Anti Abu Hasan'.
Yang 'susah' saya ini. Diam-diam
saya ingin dituduh 'Pro Gus Dur', yang mengimbangi tuduhan 'Pro Hartono',
'Pro Pak Harto' atau 'Pro Rezim'. Bukan saya mau meletakkan diri di pihak
mana-mana, melainkan supaya lengkap saja 'makanan' kehidupan saya. Sudah
ada juga stock di wajah saya: 'Pro Militer' sekaligus 'Pro Habibie sipil',
dan lain sebagainya.
Jengkel juga kalau saya pakai
mental kanak-kanak saya. Saya ketemu dan guyon dengan Gus Dur ratusan kali,
tidak juga difitnah sebagai orang yang 'Pro Dus Dur'. Hanya dua kali ketemu
Jendral Hartono sudah dituding 'Pro Hartono', bahkan 'Orangnya Hartono'.
Satu dua kali menyebut nama Syarwan Hamid di tulisan serta makan bersama
dia satu kali, langsung diumumkan 'Anti Mega', sementara saya membela Mega
di puluhan tulisan, bahkan ketika di Surabaya saya ikut glutheh
siang malam -- tidak ada yang berprasangka saya 'Pro Mega'.
Soalnya semua teman-teman
yang menuding-nuding saya itu memang tak pernah bisa mengucapkan kata ''Jape
Methe'' -- tentang saya. Itu bahasa slank tradisi Yogya. Artinya: 'bocahe
dhewe', orang kita sendiri.
Saya memang bukan orangnya
siapa-siapa. Yang punya saya adalah Tuhan -- yakni sesuatu yang dianggap
mitos, yang bagi teman-teman saya itu tidak ilmiah dan halusinasi. Saya
bukan orangnya Gus Dur, bukan orangnya Hartono, bukan orangnya Bang Ali,
bukan orangnya siapa-siapa. Saya orangnya kurus dan semakin tua.
Kalau Sayidina Umar atau Teuku
Umar sedang merasuki saya, biasanya saya lantas berdiri tegak sambil bertolak
pinggang, seperti sedang memimpin gang JokSin tawur melawan Q-zruh.
Keluar dari mulut saya sesumbar yang sombong:
''Saya, untuk menjadi saya,
tidak tergantung di mana saya berada, tidak tergantung dengan siapa saya
berjalan, tidak tergantung dengan siapa saya bertemu. Saya tetap saya dimana
saja dan kapan saja, sebagaimana Coca Cola. Silakan masukkan saya
ke kandang macan, jangan sangka saya akan mengaum. Silakan campakkan saya
ke kandang kambing, dan jangan tunggu saya mengembik. Hanya satu saja perkecualiannya:
kalau masuk Warteg saya jadi serakah, alias menjadi setengah binatang!''
Seusai acara dengan Danrem Malang yang saya ceritakan di atas, saya lantas
dolan ke kompleks mereka, dan guyon sebagai sesama manusia. Prajurit penjaga
gerbang depan yang berjam-jam berdiri membawa senapan, mendadak menghambur
lari, lupa tugasnya, dan saya peluk erat-erat -- karena insya Allah saya
mengerti isi hatinya. Kemudian kami semua berfoto bersama, kami berjajar
berangkulan tanpa ingat beda pangkat-pangkat mereka.
Hiiii...! Emha foto-foto sama
serdadu! Minggu depan saya paparkan episode selanjutnya.
|